Banyumas, RJS.News – Gerakan Masyarakat Menolak Pungli (Geram Pungli) mendesak agar pihak Kementrian Agama (Kemenag) Cabang Banyumas serta pemerintah daerah mengambil langkah tegas terkait dugaan Pungli yang terjadi di MAN 2 Banyumas. Desakan itu disampaikan Geram Pungli usai mereka menghadiri audiensi yang difasilitasi Kemenag Cabang Banyumas dengan mempertemukan antara Geram Pungli, perwakilan wali siswa dengan pihak MAN 2 Banyumas dan Ketua Komite Madrasah di salah satu aula MAN Banyumas, Kamis (20/07/2023.
Hendi dari Geram Pungli menyatakan hasil audiensi dengan pihak madrasah dan komite tidak ada titik temu dari apa yang diharapkan oleh wali siswa terkait dengan adanya dugaan Pungli di madrasah negeri tersebut.
“Mereka paham apa yang diharapkan oleh kita, namun berupaya mencari pembenaran sebetulnya. Jadi, kita tetap bersikukuh pungutan yang terjadi di MAN 2 Banyuma tetap ditiadakan, ” tegas Hendi.
Dia mengatakan, dalam pertemuan antar pihak madrasah dengan pihaknya serta perwakilan wali siswa, muncul argumen terkait dengan penarikan infaq pembangunan madjid sebesar Rp 2 juta per siswa dimana hal itu di luar kepentingan pendidikan, dan justru malah menjadikan madrasah terjebak dalam hutang berkaitan dengan dana pembangunan masjid.
“Kenapa yang fokusnya pendidikan mereka jadi tersandera hutang dan seperti ini, justru menimbulkan kecurigaan. Indikasinya jangan-jangan dibuat menjadi multiyears, ada indikasi agar bisa yang aneh-aneh juga. Apalagi tadi sudah disampaikan akan ada kenaikan dari tahun ke tahun. Banyak wali murid yang tidak berani membantah, mereka kasihan terhadap anak-anak mereka yang terlanjur diterima di sini akhirnya dengan penuh keterpaksaan tetap membayar,” ungkapnya.
Kepala Kemenag Banyumas, Ibnu Ashadudin SAg MAg menjelakan terkait pembangunan masjid di MAN 2 Banyumas dilatarbelakangi karena selama ini siswa madrasah menggunakan masjid yang merupaka milik dari MTS Negeri.
“Oleh karena itu, dibangunlah masjid baru dengan biaya sekian puluh miliar. Yang mengetahui informasi tersebut tentu saja pihak MAN, termasuk jumlah siswa yang ada dan rincian tentang masjid tersebut. Namun, dalam RAB tidak disebutkan tentang dana untuk pembangunan masjid, karena masalah tempat peribadatan tidak menjadi tanggung jawab negara,” ujarnya.
Ibnu berpendapat bahwa ada kemungkinan besar dana pembangunan masjid didanai melalui pinjaman koperasi atas nama guru.
“Artinya, kemungkinan besar, pembangunan masjid ini didanai melalui pinjaman, mengingat saya selaku ketua koperasi. Jadi, MAN 2 membangun masjid dengan menggunakan dana utang dari koperasi atas nama guru dengan jumlah tertentu. Lalu, dana tersebut dimasukkan ke dalam RAPBN,” tuturnya.
Sementara Ketua Komite Sekolah Prof Dr H Sunhaji menjelaskan bahwa MAN 2 Banyumas merupakan lembaga pendidikan dibawah Kemenag dimana antara Kemenaf dan Kemendikbud merupakan dua rumah yang berbeda.
Kata Sunaji, keduanya sama-sama dua lembaga yang berorientasi untuk meningkatkan pendidikan, hanya saja perlakuan negara terhadap dua institusi tersebut sangat berbeda. Misalnya, imbuh dia, bantuan pelayanan mutu untuk pendidikan dari mulai SD hingga SMP diperhatikan oleh pemerintah daerah kita, sementara kementerian agama karena kita orang pusat maka tidak ada perhatian sedikitpun.
“Maka dari itu, dana BOS juga berbeda atau lebih kecil dibandingkan yang diberikan kepada sekolah Kemendikbud,” kata Sunhaji.
Kepala Tata Usaha MAN 2 Banyumas , Nurudin mengungkapkan, awalnya masjid hanya bisa menampung 300 orang, sementara jumlah total warga sekolah ada 1800, belum termasuk warga sekolah.
Disampaikan Nurudin, alasan dilaksanakan pembangunan masjid karena kurangnya kapasitas untuk tempat salat. Namun pembangunannya sedikit terhambat karena tidak adanya subsidi dari pihak pemerintah. “Kami sudah mengajukan proposal ke Kementerian Agama, mereka akan menyalurkan sebesar 50 juta, namun sampai tiga tahun belum disalurkan,” terangnya.
“Kita ingin MAN 2 ini menjadi milik masyarakat dan bisa membentuk karakter siswa,” imbuhnya.
Perwakilan wali siswa, Angga Saputra mengatakan, apabila pihak madrasah menganggap pembangunan masjid merupakan skala prioritas karena untuk kepentingan ibadah, seharusnya pihak madrasah tidak serta merta membebankan seluruh biaya pembangunan yang mencapai angka Rp 5 miliar lebih kepada seluruh siswa.
“Dalam surat yang disampaikan kepada kami tercatat jelas untuk biaya awal pendidikan didalamnya berbunyi infak dengan nilai Rp 2 juta. Kenapa sih kok infaq nilainya ditentukan, terlepas dari hal lain yang lebih memberatkan karena kami harus membayar kontan,” tegasnya.
Angga mendesak agar ke depan pihak madrasah bisa lebih lentur dalam menarik pembiayaan terhadap siswa karena dari apa yang ia dengar selama ini, banyak keluhan dari wali siswa terdahulu terkait banyaknya biaya-biaya lain.
“Menyitir dari apa yang disampaikan oleh Direktur Kurikulum Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Kemenag RI, tidak diperbolehkan adanya pungutan di madrasah negeri. Pernyataan ini resmi, dan baru disampaikan belum lama ini dilandasi atas aturan yang berlaku,” katanya.
Diketahui, indikasi Pungli di MAN 2 Banyumas disampaikan oleh perwakilan masyarakat kepada pihak Kemenag Banyumas tentang biaya awal pendidikan yang wajib dibayarkan hanya berselang tiga hari setelah siswa juga diwajibkan membeli seragam sekolah senilai Rp 1.500.000. Adapun rincian dari biaya awal pendidikan yang dimaksud meliputi standar operasional prosedur (SOP) (Rp200.000), peningkatan mutu dan layanan madrasah (Rp500.000), pengembangan sarana dan prasarana madrasah (Rp1.000.000), dan infaq pembangunan masjid (Rp2.000.000).
Ketua Geram Pungli, Budi Tartanto saat audiensi dengan kepala Kemenag Cabamg Banyumas mendesak agar pungutan itu ditiadakan.
“Harapan kami ini diubah, ini sudah nggak bener. Banyak sekali orang yang inbox dan curhat melalui media sosial ke kami, karena mengeluhkan adanya penarikan biaya awal Pendidikan,” katanya.
Bahkan, kata Budi, ada laporan dari wali siswa yang menanyakan ke pihak sekolah untuk memberikan keringanan terhadap biaya awal pendidikan, tetapi tidak ditanggapi dengan baik.
“Wali siswa mengawali dengan salam menanyakan keringanan waktu, tapi langsung dijawab `kontan` tanpa menjawab salam, ngeri sekali sudah seperti debt collector. Ini kan menunjukkan attitude kurang baik sebagai seorang pendidik,“ ungkapnya. (AS)***